Mengenal  Karakter "Wedhus Gembel" yang Mematikan - Pegunungan menjadi tempat  wisata yang nyaman karena udaranya sejuk.  Di puncaknya, lazimnya  berkumpul uap air hingga terbentuk awan hujan.  Namun, ketika gunung  tengah aktif, yang muncul dari lubang kepundannya  adalah awan panas  yang berbahaya dan mematikan. 
Bagi   sebagian besar masyarakat Indonesia, panorama pegunungan merupakan hal   yang umum ditemui, termasuk juga ketika gunung itu tengah mengepul.  Ini  karena wilayah Nusantara merupakan bagian terpanjang dari ”cincin  api”  atau jajaran gunung berapi di sekeliling cekung Pasifik dan  memiliki 129  gunung api.
Gunung-gunung  aktif itu tersebar dari Sumatera hingga  Nusa Tenggara, Sulawesi, dan  Maluku. ”Setiap tahun ada 12 hingga 15  gunung api yang berstatus di  atas Aktif Normal. Di antara jumlah itu,  enam hingga delapan gunung  yang meletus,” kata Mas Atje Purbawinata,  pengamat kegunungapian.
Aktivitas  gunung merapi, antara lain,  ditunjukkan oleh keluarnya lava dari dapur  magma ke lubang kepundan.  Lelehan lava itu terus menumpuk semakin  besar di sekeliling bibir kawah  membentuk kubah.
KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Dusun   Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, luluh   lantak setelah diterjang awan panas letusan Gunung Merapi, Rabu   (27/10/2010). Akibat letusan gunung berapi ini, ribuan warga mengungsi,   ratusan rumah hancur, dan 26 orang meninggal dunia.
Naiknya  magma ke permukaan kepundan dapat  menimbulkan kepulan asap hingga  membentuk awan panas dan menyebabkan  letusan material yang terdiri dari  uap, debu, dan bebatuan. Awan panas  atau ledakan freatik tersebut  terjadi apabila magma yang naik itu  menyentuh air tanah atau genangan  air di kepundan.
Suhu  magma bisa  mencapai 600 derajat celsius hingga 1.170 derajat celsius.  Hal inilah  yang membuat air yang terkena langsung menguap dan  menimbulkan letusan  uap, debu, bebatuan, dan ledakan vulkanik.  Mekanisme pembentukan kubah  gunung berapi juga terjadi di Gunung Merapi  yang Selasa (26/10) kemarin  meletus.
Peningkatan  aktivitas vulkanik dideteksi mulai dari  kegempaannya hingga terjadinya  guguran kubah lava. ”Guguran ini  menyebabkan kubah yang terbentuk  selama bertahun-tahun akan mulai  terbongkar,” ujar Mas Atje, mantan  peneliti di Pusat Vulkanologi dan  Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG),  Kementerian Energi dan Sumber Daya  Mineral. Sebelum memasuki masa  pensiun, ia menghabiskan masa tugasnya  selama hampir 30 tahun memantau  gunung api di Indonesia, terutama Gunung  Merapi.
Deformasi  permukaan di puncak semakin besar pada kubah  lava yang sudah semakin  membesar itu. Karena tidak stabil pada posisinya  di puncak tersebut,  kubah ini akhirnya gugur dalam bentuk guguran lava  pijar dan awan  panas.
Pembentukan  kubah Merapi pernah terpantau  Satelit Alos dan Ikonos pada 2007  sebelum gugur pada Mei tahun itu.  ”Diameternya sekitar 500 meter,”  ungkap Orbita Roswintiarti, Kepala  Bidang Data Inderaja Lembaga  Penerbangan dan Antariksa Nasional.
Sementara   itu, dalam laporan tertulis terkait pernyataan status Awas Merapi,   Senin (25/10), Kepala PVMBG Surono menyebutkan, dalam waktu empat hari   sejak Kamis (21/10) terjadi peningkatan empat kali lipat pertumbuhan   kubah di puncak Merapi. Sehari kemudian, kubah yang terbentuk selama   empat tahun itu gugur.
Gugurnya  sebagian besar kubah ini membuka  jalan lebih besar bagi magma untuk  naik ke permukaan. Kondisi ini  menyebabkan terbongkarnya kubah lava  secara besar-besaran. Hal ini  mengakibatkan terjadinya letusan, seperti  yang terjadi Selasa lalu.
Letusan   tersebut juga diikuti dengan terjadinya fragmentasi material magma  baru  dan munculnya awan panas. Proses ini, kemarin, mengakibatkan hujan  abu.
”Wedhus gembel”
Saat   ini lava mulai lagi membentuk kubah baru. Namun, apabila terjadi  suplai  magma dalam jumlah besar, ada kemungkinan awan panas yang  menimbulkan  letusan akan terjadi lagi.
Di  Merapi, guguran lava yang  menghasilkan awan panas umumnya terjadi  setelah pertumbuhan kubah lava.  Tipe erupsi khas Merapi adalah efusif,  yaitu pembentukan kubah yang  tidak stabil karena terdesak magma hingga  akhirnya runtuh berupa guguran  lava pijar dan awan panas.
Dalam volume yang besar, material yang gugur itu berubah menjadi rock avalanche atau lebih dikenal dengan sebutan wedhus gembel. Dinamakan wedhus gembel karena bagi masyarakat sekitar bentuknya bergulung-gulung menyerupai bulu wedhus atau kambing.
Awan  panas ini merupakan campuran material berukuran debu hingga blok  bersuhu le- bih dari 700 derajat celsius yang meluncur dengan kecepatan  bisa di atas 100 kilometer per jam.
Ancaman banjir lahar
Dewi   Sri, pengamat Merapi di Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi   Kegunungapian (BPPTK), kembali mengingatkan bahaya banjir lahar.   ”Setelah letusan akan muncul bahaya sekunder, yaitu banjir lahar pada   sungai-sungai yang berhulu di Merapi,” katanya.
Hal  ini  kemungkinan besar terjadi, mengingat curah hujan yang tinggi di  lereng  Merapi selama musim hujan ini. Karena itu, perlu dilakukan  langkah  antisipasi pihak terkait.
Sementara  itu, untuk memastikan waktu  berakhirnya pengungsian penduduk, menurut  Sri Sumarti, pengamat di  BPPTK, pihaknya memerlukan waktu sekitar dua  hingga tiga hari untuk  menghimpun data tentang gempa multifase dan  gempa frekuensi rendah serta  deformasi di puncak.
”Data  ini diperlukan untuk memperkirakan  aktivitas Merapi selanjutnya,  apakah akan membentuk kubah lava baru atau  letusan-letusan lagi,”  ucapnya. ( kompas.com )

 
